Tahu apa aksara Jawa? Pernah denger dongeng Ajisaka, Menurutku, aksara Jawa itu penting
banget mengingat aku adalah orang Jawa (walau cuma Jawa keturunan), aksara Jawa
adalah bagian yang sangat penting dari kebudayaan Jawa. Aksara Jawa ini punya
sejarahnya sendiri, legenda atau mitos gitu, yang dipercaya sebagai asal mula
munculnya aksara ini. Sayangnya, ga banyak anak muda Indonesia
sekarang yang peduli, apalagi tahu tentang kisah2 kayak gini yang merupakan
komponen dari kebudayaan Indonesia .
Alkisah
mari kita telusuri gimana to asal mulanya…..Jaman dulu, di Pulau Majethi, hidup
seorang satria bernama Ajisaka. Selain ganteng, Ajisaka juga punya ilmu tinggi
dan sakti. Ajisaka punya dua orang punggawa bernama Dora san Sembada. Dua orang
itu sangat setia dan nurut sama Ajisaka. Suatu hari, Ajisaka ingin pergi
berkelana, bertualang meninggalkan Pulau Majethi. Dora pergi menemani Ajisaka
sedangkan Sembada tetap tinggal di Pulau Majethi karena Ajisaka memerintahkan
Sembada untuk menjaga pusaka Ajisaka yg paling sakti. Ajisaka berpesan pada
Sembada bahwa Sembada ga boleh menyerahkan pusaka itu kepada siapapun kecuali
Ajisaka.
Nah,
pada waktu itu di Jawa ada negara yang terkenal makmur, aman, dan damai, yang
berjudul Medhangkamulan. Negara itu dipimpin oleh Prabu Dewatacengkar, raja
yang berbudi luhur dan bijaksana. Seuatu hari, juru masak kerajaan tidak
sengaja memotong jarinya waktu masak. Juru masak itu ga sadar bahwa potongan
jarinya masuk ke hidangan yang akan disuguhkan kepada Sang Raja. Tanpa sengaja
juga, jari itu termakan oleh Prabu Dewatacengkar. Ga disangka, Prabu
Dewatacengkar merasa daging yang dia makan sangat lezat, kemudian ia mengutus
patihnya menanyai juru masak kerajaan. Ternyata kemudian diketahui bahwa yang
tadi dimakan oleh Prabu Dewatacengkar adalah daging manusia, ia memerintahkan
kepada patihnya untuk menyiapkan seorang rakyatnya untuk disantap setiap
harinya. Sejak itu Prabu Dewatacengkar punya hobi baru, yaitu makan danging
manusia. Wataknya berubah jadi jahat dan senang melihat orang menderita. Negara
itu berubah jadi negara yang sepi karena satu per satu rakyatnya dimakan oleh
rajanya, ada juga rakyat yang lari menyelamatkan diri. Sang Patih bingung,
karena ga ada lagi rakyat yang bisa disuguhkan kepada rajanya.Saat itulah
Ajisaka bersama Dora sampe di Medhangkamulan.
Ajisaka heran melihat keadaan
negara yang sunyi dan menyeramkan itu, kemudian ia mencari tahu sebabnya.
Setelah tau apa yang terjadi di Medhangkamulan. Ajisaka lalu menghadap Patih,
menyatakan bahwa ia sanggup menjadi santapan Sang Raja. Awalnya Sang Patih
tidak mengijinkan Ajisaka yang masih muda dan (ehem..) ganteng jadi santapan
Prabu Dewata cengkar, tapi Ajisaka tetep maksa sampe akhirnya dia dibawa juga
untuk menghadap Prabu Dwatacengkar. Sang Prabu juga heran, kenapa orang yang
masih muda dan tampan mau-mau aja jadi santapannya. Ajisaka mengajukan syarat,
dia rela dimakan Sang Prabu asal dia dihadiahi tanah seluas ikat kepalanya.
Selain itu, Ajisaka juga minta Prabu Dewatacengkar sendiri yang mengukur tanah
tersebut. Permintaan itu dikabulkan oleh Sang Prabu. Ajisaka kemudian meminta
Prabu Dewatacengkar menarik salah satu ujung ikat kepalanya. Ajaibnya, ikat
kepala itu mulur terus kayak ga ada habisnya. Prabu Dewatacengkar terpaksa
mundur dan mundur terus mengikuti ikat kepala itu sampe di tepi laut selatan.
Ajisaka mengibaska ikat kepala tersebut, hal ini membuat Prabu Dewatacengkar
terlempar ke laut. Wujud Prabu Dewatacengkar lalu berubah menjadi buaya putih,
sedangkan Ajisaka menjadi raja di Medhangkamulan.
Setelah
jadi raja, Ajisaka menyuruh Dora pergi ke Pulao Majethi untuk ngambil pusaka
yang dijaga oleh Sembada. Sampe di Pulau Majethi, Dora menjelaskan pada Sembada
bahwa dia datang atas perintah Ajisaka untuk mengambil pusaka yang dijaga
Sembada. Sembada yang patuh pada pesan Ajisaka ga mau ngasih pusaka itu ke
Dora. Dora memaksa agar pusaka itu diserahkan ke dia. Akhirnya dua orang itu
bertarung. Karena dua-duanya sama-sama sakti, pertarungan berlangsung seru
sampai mereka berdua tewas.Prabu Ajisaka mendengar kabar kematian Dora san
Sembada. Dia menyesal mengingat kelalaiannya dan kesetiaan Dora dan Sembada.
Untuk mengabadkan dua punggawanya itu Ajisaka menciptakan sebuah aksara yang
bunyinya :
ha na ca ra ka
Ana utusan (ada utusan)
da ta sa wa la
Padha kekerengan (saling berselisih pendapat)
pa dha ja ya nya
Padha digdayané (sama-sama sakti)
ma ga ba tha nga
Padha dadi bathangé (sama-sama mejadi mayat)
dulu pernah diajarin wkt sekolah SMP.
skrg kyknya lupa2 ingat deh aku.
thank coment za// la maka itu... Mengapa pelajaran tentang aksara jawa,cma zmpe SMP aja... padahal masih byak generasi seperti belum tw??
Asyik juga ni belajar aksara jawa, thanks ya sob..
ga beda jauh ya gan ma aksara sunda
rubi_ bagi info dunk ttg aksara sunda
emang gan.........!!! kita sebagai orang indonesia khususnya orang jawa, harus melestarikan budaya jawa, contohnya tidak tidak melupakan aksara jawa yang menjadi ciri khas adat jawa.........!!!
dan banner agan udah terpasang di blog ane kunjungi http://pmrwab.blogspot.com/p/banner-link-friend.html untuk melihat banner agan...!! terima kasih udah mau tuker banner & link
info yang bagus da perlu terus dilestarikan...salam gan..